Dilema Zakat dan Pendistribusiannya

Dilema Zakat
Zakat adalah sebuah rangkaian dari ibadah lainnya seperti sholat dan puasa. Dianjurkan bagi yang berpuasa Ramadhan pada akhir puasanya membayar zakat fitrah. Zakat fitrah ini dimaksudkan untuk membersihkan harta kita.
Zakat fitrah sudah ditetapkan jumlahnya yaitu 2,5 kg makanan pokok. Di negeri Indonesia ini mayoritas penduduknya makanan pokoknya adalah beras, sehingga bagi yang ingin berzakat dengan uang, maka acuannya adalah harga dari 2,5 kg beras. Namun hendaknya membayar dengan beras, bukan uang.
Saya tidak akan menjelaskan esensi dan keutamaan zakat maupun sedekah disini. Banyak sekali yang membahas tema tersebut. Yang akan saya singgung disini adalah tentang pendistribusian zakat di Indonesia.
Niat yang baik untuk berzakat dan bersedekah bisa berujung petaka dan maut. Masih segar dalam ingatan beberapa waktu yang lalu di daerah Pasuruan, Jawa Timur ada salah seorang tokoh yaitu pak Haji Syaikhon yang berniat memberikan zakat secara langsung di depan rumahnya.

Namun perkiraan dari panitia meleset. Jumlah mustahik (orang yang berhak menerima zakat) yang datang melebih dari perkiraan yaitu sekitar 5000 orang yang hampir semuanya adalah perempuan. Panitia yang personelnya sedikit tidak mampu menghadapi banyaknya fakir miskin yang datang.
Antrian yang awalnya tertib lambat laun mereka yang dibelakang tidak sabar untuk mendapat bagian uang tunai senilai 30rb itu. Ada beberapa yang mulai menyerobot, ada yang rela mencebut ke kolam untuk memotong antrian, akhirnya situasi tidak terkendali. Apalagi setelah pak Haji Syaikhon berusaha meninggalkan area pembagian zakat karena mulai ada indikasi suasana makin tidak kondusif. Gesekan menjadi aksi dorong mengakibatkan Ibu-Ibu yang sudah tua maupun yang fisiknya menurun menjadi terjepit, ada yang jatuh, ada yang pingsan dan terinjak.
Petaka pun muncul, tidak diduga situasi tersebut menimbulkan korban jiwa. Tercatat 21 orang meniggal akibat kejadian tersebut. Sungguh sangat disayangkan memang, namun hal itu sudah terjadi.
Itu hanya satu dari sekian banyak peristiwa dalam pembagian zakat dan sedekah yang malah menimbulkan petaka. Masih banyak kasus lain yang sampai sekarang terus saja terjadi.
Ini adalah potret bahwa rakyat mulai tidak percaya pada Badan Amil Zakat atau pengelola dan pendistribusian zakat. Banyak orang yang mampu lebih memilih memberikan langsung kepada yang membutuhkan daripada melalui pengelola zakat. Itu memang sebagian, namun jika melihat kasus-kasus seperti diatas kita pasti juga ikut miris melihatnya.
Ini menjadi PR bagi lembaga pengelola dan pendisitribusian zakat agar mulai sekarang untuk lebih transparan, kepada siapa saja zakat tersalurkan. Jika sudah tercitra dengan baik, maka para orang mampu akan dengan senang hati menitipkan hartanya untuk disumbangkan ke orang yang sangat membutuhkannya.
Kalau memang jalan pemberian zakat secara langsung harus dilakukan, maka solusi yang paling tepat adalah harus di data terlebih dahulu siapa saja yang berhak dan diatur antrian sedemikian rupa serta di area yang tertata rapi sehingga alurnya jelas dan diharapkan terhidar dari gesekan dan dorongan. Akan lebih baik lagi jika didistribusikan secara langsung Door to Door.