Wali Syuting Video Klip Abatasa

syuting video klip wali abatasa radio nagaswara fm bogor radiotemen Wali Syuting Video Klip AbatasaSyuting Video Klip Wali Abatasa di puncak Kampung Pabuaran Kecamatan Citeureup Bogor, berlangsung meriah. Suasana asri perkampungan yang agamis, membuat kehadiran personel Wali disambut hangat oleh warga setempat. Mereka nyaris tak percaya Wali yang biasa hanya terlihat di layar televisi pada hari Senin tanggal 11 Juli 2011, hadir langsung di kampung halaman mereka.
Otomatis, rumah pak Nur yang menjadi ruang ganti dan make up dadakan, dikerumuni warga. Dari yang muda hingga dewasa, semuanya berkumpul demi menyaksikan para personel Wali secara dekat. Beberapa anak baru gede, juga menyempatkan diri untuk mengabadikan moment yang terjadi sekali seumur hidup mereka itu.
“Pas kami tiba di lokasi, sepertinya syuting hari ini sesuai harapan, karena saya membayangkannya adalah anak kampung yang meminta ijin ke orang tuanya untuk belajar mengaji, sedangkan kenyataan seperti itu, sudah tidak pernah terjadi pada anak-anak yang tinggal di kota besar,” papar Apoy.
Lokasi pedesaan yang berada di pegunungan Citeureup, membuat personel Wali beberapa kali tersesat. Seperti Apoy terpaksa melewati tebing curam, dan menyusuri jalanan terjal berliku. Apoy yang baru saja pulang dari Bandung karena mengisi acara launching T2, kurang konsentrasi saat mencari lokasi. “Maka, ane serahkan kepada sesama driver untuk bertanya-tanya lokasinya dimana,” ujar Apoy.
Sebagai penulis syair lagu Batasa, Apoy merasa hanya menyampaikan pesan biasa. Yakni bagaimana cara mengaji bersama-sama. Kalau hanya sekedar membaca huruf arab, TK sudah bisa. Hanya saja, di sini tidak hanya tentang seorang anak mengaji hijaiah, tetapi lebih kepada makna di balik itu seperti apa.
Untung saja, lokasi yang diilih oleh ulet bulu, sesuai dengan gambaran yang ada di dalam syair lagu ‘Abatasa’ ini. Sehingga konsep yang diharapkan pun tercapai. Dimana setting pedesaan yang sangat jauh dari hiruk pikuk perkotaan tetap tergambarkan dengan cukup jelas.
“Pas kami tiba di lokasi, sepertinya syuting hari ini sesuai harapan, karena saya membayangkannya adalah anak kampung yang meminta ijin ke orang tuanya untuk belajar mengaji, sedangkan budaya seperti itu, sudah tidak pernah terjadi pada anak-anak yang tinggal di kota besar,” papar Apoy.
Sedangkan budaya seperti itu, sebenarnya bukanlah sesuatu hal yang sangat memalukan. Dan seharusnya, budaya mengaji itu jangan sampai hilang. Karena menurut Apoy, mengaji adalah kunci keselamatan hidup di dunia maupun di akherat nanti.
Karena itulah, single religius ini sangat bagus untuk mendorong semangat kepada anak-anak untuk belajar mengaji dan beribadah. Apalagi disaat bulan puasa tiba, single Abatasa sangat cocok didengarkan siapa saja. Sementara bagi orang dewasa, mengaji tidak hanya diartikan secara harafiah semata. Tetapi, lebih bermakna mengkaji diri. Bahwa diri ini sudah benar atau belum di mata agama, moral, dan masyarakat. “Apakah kita benar-benar tulus dan ikhlas berkarya kepada masyarakat atau ada maunya? Dari situlah kesempatan kita untuk mengkaji diri sendiri,” kata apoy menerangkan.
Mengaji atau mengkaji, intinya bagaimana berbuat baik sama teman dan tidak berbuat jahat terhadap sesama.
Bahkan walaupun baru seharian mendengarkan lagu ini, anak-anak kampung setempat yang membantu menjadi ektras, sudah hafal dengan lagu Abatasa beserta liriknya.
Semua itu karena single tersebut cukup sederhana dan nyaman didengar di telinga. Malah ketika personel Wali datang ke saung di pinggir pematang sawah, anak-anak itu menyambut Fa’ank dan kawan-kawan dengan nyanyian lagu Abatasa tanpa dikomando.
Tentu saja, adegan spontanitas itu membuat empat personel Wali terharu. Bahkan Fa’ank mengaku dirinya teringat ke masa lalu dimana ia waktu masih kecil suka bermain sarung dengan teman-temannya ketika break mengaji. “Aku dulu suka melilitkan sarung di muka dan bermain ninja-ninjaan. Maklumlah namanya anak-anak kecil suka berisik dikala mengaji,” ungkap Fa’ank.
Fa’ank juga belajar berteman dan mengenal persahabatan dari lingkup tersebut. Sehingga, mengaji selain menjadi wadah mengenal akidah, juga menjadi ruang sosial dan belajar bermasyarakat. Maka, tidak salah jika mulai dari dini orangtua memperkenalkan anaknya ke TPA, atau mushollah untuk belajar mengaji.