Nasihat Ibu: Tak Baik Setelah Makan Langsung Pergi Tidur

Banyak nasihat ibu yang di waktu kecil hingga tua ini yang saya abaikan, karena ibu kurang pandai meyakinkan saya. Nasihat ibu (bisa nasihat ibu  Anda juga) saya anggap sebagai gugon-tuhon, mistis, yang tidak ada dasar ilmiahnya, yang mungkin sebagian dari warisan nenek saya atau nenek moyang kita.
Seiring berjalannya waktu dan pengetahuan yang saya dapatkan dari buku-buku dan sumber-sumber yang melimpah seperti sekarang ini, saya menjadi sadar dan ingat nasihat ibu. Saya menjadi penasaran terutama dengan beberapa nasihat yang saya abaikan, karena ternyata saya mendapatkan jawaban ilmiahnya. InsyaAllah akan saya tulis secara serial. Salah satu nasihatnya kali ini adalah: “Tak baik setelah makan langsung pergi tidur”.
Ah, peduli amat dengan nasihat itu, pikir saya waktu itu. Bukankah sangat nyaman jika tidur dengan perut kenyang?
Apa yang dinasihatkannya, ibu sangat konsisten menjalaninya sendiri. Oo, tidak hanya menunggu sebentar, ibu malah cukup lama pergi tidur malam setelah makan. Selain puasa, sekitar pukul 17.00 ibu biasanya sudah menghentikan aktifitas makan. Meski demikian tetap melayani dan mendampingi keluarga yang makan bersama sekitar pukul 19.00.
Karena tidak merasakan dampak langsung, saya merasa nyaman-nyaman saja. Namun, setelah mendekati umur setengah abad, saya baru merasakan masalah kesehatan, meski saya rutin berolah raga tiap minggu. Dalam waktu tiga bulan di tahun ini saya opname sampai dua kali di rumah sakit. Hal yang tidak terpikir sebelumnya. Wah, saya perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan.
Salah satu faktornya adalah saya kurang tidur. Setelah rutin pulang kerja yang rata-rata jam delapan malam baru tiba di rumah, setelah istirahat sejenak saya lanjutkan dengan buka komputer hingga sekitar jam satu dini hari. Karena senang, maka mengababaikan badan yang sejatinya butuh istirahat. Jam setengah lima pagi saya harus bangun untuk siap-siap pergi kerja. Barulah di hari libur saya punya tambahan waktu istirahat.
Saya sadar, saya tidak bisa ikut-ikutan beberapa teman yang bisa begadang sampai larut malam, karena mereka mempunyai jam kerja yang berbeda. Seperti profesi guru sekolah dan PNS misalnya, rata-rata jam dua siang sudah berada di rumah dan sempat tidur siang. Konon tidur siang (menurut Prof. Dr. Mubyarto, penggagas Ekonomi Pancasila) disinyalir menjadi faktor penting sehingga umur harapan hidup orang Yogyakarta paling tinggi di Indonesia. Orang Jakarta sih punya kesempatan tidur siang juga, cuma sayang jika digunakan, lebih baik untuk cari duit saja, hehehe….








Faktor lainnya adalah seputar makanan. Tentang (APA) macam makanan, saya merasa sok tahu, sedangkan KAPAN dan BAGAIMANA ternyata saya nol-puthul, tidak tahu sama sekali. Sedikit ngeh setelah membaca buku best seller karangan Hiromi Shinya, MD, berjudul “The Miracle of Enzyme” (Keajaiban Enzim).
13138959261872172583
Buku: Hiromi Shinya, MD
Salah satu kiat Hiromi dalam buku itu adalah: hindari makan atau minum sebelum tidur pada malam hari. Sangat penting menyelesaikan makan dan minum 4-5 jam sebelum tidur di malam hari. Saat lambung kita kosong, tersedia asam keras berkadar tinggi yang membunuh bakteri Helicobacter pylori, juga bakteri-bakteri jahat lainnya, sehingga menciptakan lingkungan usus yang kondusif bagi penyembuhan diri, ketahanan dan kekebalan tubuh. Membatasi cairan dan makanan sebelum tidur juga membantu mencegah masalah aliran balik asam dan sleep apnea (hal.267).
Penyebab banyak orang meninggal akibat serangan jantung (infark miokardial) pada dini hari sesungguhnya adalah asam yang mengalir balik sebagai akibat dari makan atau minum larut malam, dan berakhir pada tertutupnya saluran pernafasan, nafas tidak teratur, berkurangnya kadar oksigen dalam darah, dan akhirnya, kurangnya persediaan oksigen menuju otot jantung (hal.174). Sedangkan sleep apnea adalah suatu penyakit saat pernafasan berhenti berkali-kali saat tidur.
Alhamdulilah ibu sehat-sehat saja menjelang usia 80 tahun ini. Meski banyak faktor lainnya, tak ada kata terlambat dan tak ada alasan lagi bagi saya mengabaikan nasihatnya jika masih ingin menyaingi usia ibu, insyaAllah